Sabtu, 06 Juni 2015

preeklamsia,eklamsia,plasenta previa,solusio plasenta,IUFD,reptura uteri




1.      PRE EKLAMSIA RINGAN DAN PRE EKLAMSIA BERAT
Klasifikasi  pre eklamsia dibagi menjadi 2 golongan:
a.       Preeklamsia ringan
1)            Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih (diukur pada posisi berbaring terlentang) atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan dengan jarak
2)            Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau 2+
3)            Edema pada kaki, jari, muka dan berat badan naik >1 kg/mg
b.      Preeklamsia berat
1)            Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
2)            Proteiuria, 5 gr/lt atau lebih
3)            Oliguria (jumlah urine <500 cc per 2 jam
4)            Terdapat edema paru dan sianosis
5)            Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrum

Etiologi
                        Penyebab preeklamsia secara pasti belum diketahui, namun preeklamsia sering terjadi pada
a.       Primigravida
b.      Taunya kehamilan
c.       Kephamilan ganda

Prinsip pencegahan preeklamsia
1.      Penanganan preeklamsia ringan
a.       Rawat jalan
1)                  Banyak istirahat (berbaring tidur miring)
2)                  Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam
3)                 Seative ringan (jika tidak bisa istirahat) tablet Fenobarbital 3x30 mg peroral selama 2 hari
4)                 Roboransia
5)                 Kunjungan ulang tiap 1 minggu
b.      Jika dirawat di puskesmas atau rumahsakit:
1)            Pada kehamilan preterm (kurang dari 37 minggu)
a)      Jika tekanan darah mencapai normotensif selama perawatan persalinan ditunggu sampai aterm
b)      Bila tekanan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada kehamilan lebih dari 37 minggu
2)            Pada kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan
c.       Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek kala II dengan bantuan bedah obstetri.
Penanganan Pre-Eklamsi Berat di Rumah Sakit
Penanganan aktif:
a.       Inikasi
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu atau lebih keadaan ini pada ibu:
1)      Kehamilan lebih dari 37 minggu
2)      Adanya tanda-tanda impending
3)      Kegagalan terapi pada perawatan konservatif
Pada janin:
1)      Adanya tanda-tanda fetal pada distres
2)      Adanya tanda-tanda IUFD
2.      EKLAMSIA
            Eklamsi merupakan serangan konvulsi yang bisa terjadi pada kehamilan, tetapi tidak selalu komplikasi dari preeklamsi. Dalam sebuah konduksi studi nasional di UK pada tahun 1992, 32% dari kasus eklampsi tidak disertai dengan hipertensi dan protein urin (Douglas dan Redman 1994). Ini terjadi di UK sekitar 2000 kelahiran dan beresiko tinggi untuk ibu dan janin. Douglas dan redman (1994) menemukan bahwa satu dari 50 wanita dengan eklampsi meninggal dan satu dari 14 bayi mereka juga meninggal. Didunia luas, 50.000 wanita meninggal setelah menderita konvulsi eklampsi (Duley 1994) dan berbagai pusat penelitian sekarang ini sedang berlangsung untuk mengetahui obat yang cocok untuk mencegah dan mengatasi konvulsi.
            Konvulsi dapat terjadi sebelum, selama, dan sesudah persalinan. Jika ANC dan INC mempunyai standar yang tinggi, konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini terjadi lebih dari 48-72 jam setelahnya. Monitor tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus dilakukan dan dilanjutkan selama periode postpartum.

Etiologi
            Dalam eklampsi berat terdapat hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme kuat dan oedem. Hupoksia serebral menunjukkan kenaikan dysrhytmia serebral dan ini mungkin terjadi karena konvulsi. Obeberapa pasien ada yang mempunyai dysrhytmia serebral dan oleh karena itu konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih kuat dari pre eklampsi.
            Ada satu tanda eklampsi. Bernama konvulsi eklampsi. Empat fasenya antara lain:
1)      Tahap premonitory. Pada tahap ini dapat terjadi kesalahan jika observasi pada ibu tidak tetap. Mata dibuka,  ketika wajah dan otot tangannya sementara kejang
2)      Tahap Tonic. Hampir semua otot-otot wanita segera menjadi serangan spasme. Genggamannya mengepal dan tangan dan lengannya kaku. Dia menyatukan gigi dan bisa saja dia menggigit lidahnya. Kemudian otot respirasinya dalam spasme, dia brhenti bernafas dan warnanya berubah sianosis.spasme ini berlangsung sekitar 30 detik.
3)      Tahap klonik. Spasme berhenti, pergerakan otot menjadi tersendat-sendat dan serangan menjadi meningkat. Seluruh tubuhnya bergerak dari sisi satu kesisi yang lain, sementara terbiasa, sering saliva blood-strained terlihat dari bibirnya
4)      Tahap Comatose. Wanita dapat tidak sadar dan  mungkin nafasnya berbunyi. Sianosis memudar, tapi wajahnya tetap bengkak. Kadang-kadang sadar dalam beberapa menit atau koma untuk beberapajam

Bahaya-Bahaya Eklamsia
a.       Bagi Ibu
Perbedaan konvulsi dan kelelahan, jika frekuensi berulang hati gagal berkembang. Jika kenaikan hipertensi banyak, pada ibu bisa terjadi celebral hemorrhage. Pasien dengan oedem dan oliguria perkembangan paru-paru dapat bengkak atau gagal ginjal. Inhalasi darah atau mucus dapat menunjukkan asfiksia atau pneumonia. Dapat terjadi kegagalan hepar. Dari komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi kefatalan. Angka kematian ibu dari eklampsi di UK pada tahun 1991-1993 adalah 11. Dalam lebih dari detengah terdapat kematian ibu dan hanya satu atau dua yang selamat.
b.      Bagi janin
Dalam eklamsia antenatal janin dapat dapat terpengaruh dengan ketidakutuhan plasenta. Ini menunjukkan retardasi pertumbuhan intrauterine dan hipoksia. Selama sehat ketika ibu berhenti bernafas supply oksigen ke janin terganggu, selanjutnya berkurang. Angka kematian perintal sebanyak 15%. Konfulsi intrapartum sangat berbahaya untuk janin karena kenaikan hipoksia intra uterin yang disebabkan karena kontraksi uterus.

Komplikasi yang terberat ialah kematian iu dan janin:
a.       Solusio plasenta
b.      Hipofibrinogen
c.       Hemolisis
d.      Perdarahan otak
e.       Kelainan mata
f.       Edema paru-paru
g.      Nekrosis hati
h.      Kelainan ginjal
i.        Prematuritas
j.        Komplikasi lain (lidah tergigit,trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC)

Gejala dan tanda
                        Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklamsi dengan gejala-gejala nyeri kepala didaerah frontal, gangguan pengelihatan, mual, nyeri epigastrium, dan hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak segera diobati, akan timbul kejangan, konvulsi eklampsi dibagi 4 tingkat yaitu:
1.      Tingkat awal atau aura
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 menit. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopakmata bergetar demikian pula tangannya dan kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
2.      Tingkat kejangan tonik
Berlangsung lebih 30 menit, dalam tingkat ini seluruh otot menjadi waktu, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka menjadi sianotik lidah dapat tergigit.
3.      Berlangsung 1-2 menit, spasmus tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang alam tempo yang cepat, mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi, bola mata menonjol, dari mulut keluar ludah yang berbusa akan menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar, kejadian kronik ini demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.
4.      Tingkat koma
Lamanya koma tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.

Penatalaksanaan Eklamsi
                        Jika preeklamsi diketahui lebih awal dan ditanggapi lebih cepat, eklampsi lebih sulit terjadi. Sangat jarang dimulai dan proses cepat terjadi eklampsi diantara pemeriksaan antenatal yang biasa dan sering. Jika wanita berada diluar rumah sakit saat terjadi konvulsi, paramedis harus segera dipanggil untuk memberikan pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit.

Penatalaksanaan selama konvulsi antara lain:
1.      Memelihara kebersihan jalan nafas
2.      Melindungi wanita dari luka-luka
            Ibu harus miring kesatu sisi dan pergerakan konvulsinya dapat ditekan dari semua ini harus dilakuka sepelan mungkin dan tidak tergesa-gesa. Mulut dibersihkan dari mucus dan darah dengan suction. Oksigen diberikan untuk kepentingan keduanya ibu dan janin. Untuk pertolongan awal bantuan medis harus dipanggil.



3.      REPTURA UTERI
            Diperkaya penyebabnya adalah mutu pelayanan obstetrik yang masih memerlukan peningkatan mencapai standar dan kesadaran masyarakat yang masih kurang menyadari makna dari kesehatan reproduksi. Keterlambatan rujukan dan liberalisasi pemakaian pemicu persalinan (oksitosin, prostaglandin, dan yangsejenisnya) terutama diluar rumah sakit oleh mereka yang kurang memiliki kompetensi menambah kejadian robekan pada rahim terutama dalam persalinan. Reptura uteri baik yang terjadi pada masa hamil atau dalam persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi perempuan tersebut  dan janin yang dikandungnya. Dvlam kejadian ini boleh dikatakan sejumlah besar janin atau hampir tidak ada janin yang dapat diselamatkan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut meninggal akibat perdarahan atau infeksi atau menderita cacat seumur hidup dan tidak mungkin bisa menjadi hamil kembali karena terpaksa harus mengalami histerektomi. Tragedi yang sangat memilukan ini boleh dikatakan hampir seluruhnya berda dalam kawasan tanggung jawab mereka yang memimpin persalinan. Betapa pun reptura uteri adalah merupakan kenyataan dari suatu praktik penanganan partus yang buruk, atau juga sebagai akibat suatu malpraktik dalam kebidanan. Oleh karena itu, setiap perempuan hamil atau melahirkan hendaklah benar-benar mendapat pelayanan dan memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh, terlebih lagi pada perempuan hamil resiko tinggi terhadap kemungkinan reptura uteri dalam masa hamil atau pada waktu melahirkan. Mereka itu antara lain adalah perempuan yang pernah melahirkan sebelumnya  melalui bedah sesar, pernah mengalami miomektomi, grandmultipara, kelainan letak, disproporsi kepala-panggul, distosia, induksi, atau stimulasi partus, ekstraksi bokong, ekstraksi cunam, dan sebagainya.

Definisi
            Yang dimaksud dengan ruptura uteri komplit ialah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya ikut reptur dengan demikian janin sebagian atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen. Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi oleh peritoneum. Pada dehisens dari perut bekas sesar kantong ketuban juga belum robek, tetapi jika kantong ketuban itu robek maka disebut telah terjadi reptura uteri pada perut. Dehisens bisa berubah menjadi reptura pada waktu partus atau akibat manipulasi lain padarahim yang berparut, biasanya bekas bedah sesar pada persalinan yang lalu. Dehisens terjadi perlahan, sedangkan reptura uteri terjadi secara dramatis. Ketentuan ini berguna untuk membedakan reptura uteri inkomplet dengan dehisnens yang sama-sama bisa terjadi pada bekas bedah sesar. Pada dehisens perdarahan minimal atau tidak berdarah, tapi pada reptura uteri perdarahannya banyak yang berasal dari pinggir perut atau robekan baru yang meluas.

Klasifikasi
Klasifikasi ruptura uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut:
A.       Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil:
-          Pembedahan pada endometrium:seksio sesarea atau histerotomi,histerorafia, miomektomi, yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada kornua uterus atau bagian interstisial, metroplasti.
-          Trauma uterus koinsidetal: instrumentasi sendok kuret atau sonde pada penanganan abortus , trauma tumpul atau tajam  seperti pisau atau pelur, ruptur tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous pregnancy ).
-          Kelainan bawaan: kelainandalam bagian rahim (born) yang tidak berkembang.
B.       Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan.
-          Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat dan terus menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang persalinan, instilasi cairan kedalam kantong gestasi atau ruang amnion seperti larutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi dengan kateter pengukur tekvnan intrauterin, trauma luar tumpul atau tajam, versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion  dan kehamilan ganda.
-          Dalam periode intrapartum: versi ekstrksi, ekstraksi cunam yang sukar, ekstraksi bokong, anomali janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim, tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual plasenta.
-          Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau perkreta, neoplasia trofoblas gestasional, adenomiosis, retroversio uterus gravidus inkarserata.

Insiden
                        Reptura uteri dinegara berkembang masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan di negara maju. Angka kejadian reptura uteri dinegara maju dilaporkan juga semakin menurun. Sebagai contoh dari salah satu peneliti dinegara maju dilaporkan kejadan reptura uteri dari 1 dalam 1.280 persalinan (1931 – 1950) menjadi 1 dalam 2.250 persalinan (1973 – 1983). Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi 1 dalam 15.000 persalinan. Dalam masa yang hampir bersamaan angka tersebut untuk berbagi tempatdi Indonesia dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan  sampai 1 dalam 93 persalinan.

Etiologi
                        Reptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinanan pada rahim yang masih utuh. Pling sering terjadi pada rahim yang telah di seksio sesarepada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang dengan oksitosin atau sejenis.
Pasien yang beresiko tinggi anta lainpersalinan yang mengalami distosia, grandemultipara, penggunaan oksitosin atau prostaglandin untuk mempercepat persalinan, pasien hamil yang telah melahirkan sebelumnya mellui bedah sesar atau oprasi lain pada rahimnya, pernah histerirafia, pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan sebagainya. Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio sesarea klasik berlaku adagium Once Caesarean Section always Caesarean  Section. Pada keadaan tertentu seperti ini dapatdipilih elective caesarean section (ulangan) untuk mencegah repturv uteri dengan syarat janinsudah matang. Eksplorasi pascakelahiran pada peralinan yang sukar dengan perdarahan yang banyak atau pascapartus dengan kemungkinan dehisens perlu dilakukan untuk memastikan tidak adanya ruptura uteri.

Ptofisiologi
                        Pada waktu his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian, dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri lebih kecil. Akibatnya, tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong kebawh kedalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi melebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen bertambah tinggi. Apalila bagian terbawah janin dapat terdorong turun dan tanpa halangan dan jika kapasitas bagian segmen bawah rahim telah penuh terpakai untuk ditempati tubuh janin, maka pada gilirannya bagian terbawah janin terdorong masuk kedalam jalan lahir melalui pintu atas panggul kedalam vagina melalui pembukaan jika servik bisa mengalah. Sebaliknya, apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah mengecil pada waktu ada his  diimbangi oleh peluasan segmen bawah rahim keatas.dengan demikian,lingkaran retraksi fisiologik (phusiologic retrction ring) semakin meninggi kearah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologik (pathologic retraction ring). Lingkara patologik ini disebut lingkaran Bandl (ring vn Bandl). Ini terjadikarena segmen bawah rahim terus menerus tertarik ke proksimal, tetapi bertahan dibagian distalnyaoleh servik yang terpegang pada tempatnyaoleh ligamentum sakrouterina di bagian belakang, ligamentum kardinal pada kedua belah sisi kanan dan kiri, dan ligamentum vesikouternia pada dasar kandung kemih. Jika his berlangsung kuat terus menerus, tetapi bagian terbawah tubuh janin tidak kunjung turun lebih kebawah melalui jalan lahir, lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi (ring van Bandl berpindah mendekati pusat) dan segmen atas rahim semakintertarik keatas sembari dindinya menjadi sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini menandakan telah terjadi tanda-tanda ruptura uteri iminens  dan rahim terancam robek. Pada saatnya dinding segmen bawah rahim itu akan robek spontan pada tempat yang tertipis ketika his berikut datang, dan terjadilah perdarahan yang banyak bergantung kepada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus. Umumnya robekan terjadi pada dinding depan segmen bawah rahim, luka robekan bisa meluas secara melintang atau miring. Bila mengenai daerah yang ditutupi ligamentum latum terjadi luka robekan yang meluas ke samping. Robekan bisa juga meluas ke korpus atau ke serviks atau terus ke vagina (kolpaporeksis) dan bahkan kadang kala bisa mencederai kandung kemih. Pertumpvhan darah sebagian mengalir kedalam rongga peritoneum, sebagian yang lain mengalir melalui pembukaan serviks ke vagina. Peristiwa robekan pada segmen bawahrahim  yang sudah menipis itu (dalam status ruptura uteri iminens) dipercepat jika ada manipulasi dari luar, misalnya dorongan pada perut  sekalipun tidak terlalu kuat sudah cukup untuk menyebabkan robekan. Demikin juga apabila fundus uteri didorong-dorong seperti yang banyak dilakukan pada upaya mempercepat persalinan atau oleh dorongan dari bawah seperti pada pemasangan cunam yang sulit, dan sebagainya. Oleh kvarena itu, jika terlihat lingkaran Bandl penolong haruslah sangat berhati-hati. Ketika terjadi robekan pasien merasa amat nyeri seperti teriris  sembilu dalam perutnya, dan his terakhir yang masih kuat itu sekaligus mendorong sebagian atau seluruh tubuh janin keluar rongga rahim kedalam rongga peritoneum. Melalui robekan tersebut usus dan omentum mendapat jalan masuk sehingga bisa mencapai vagina dan bisa diraba pada waktu periksa dalam.

Aspek anatomik
                        Berdasarka lapisan dinding rahim yang terkena ruptura uteri  dibagi kedalam ruptura uteri komplit dan ruptura uteri inkomplit. Pada ruptura utri ketiga lapisan dinding rahim ikut robek, sedangkan pada yang inkomplit lapisan serosanya atau perimetrium masih utuh.

Aspek sebab
                        Berdasarkan pada sebab mengapa terjadi robekan pada rahim, ruptura uteri dibagi kedalam ruptura uteri spontan, ruptura uteri violenta, dan ruptura uteri traumatika. Ruptura uteri spontan terjadi pada rahim yang utuh oleh karena kekuatan his semata, seangkan ruptura uteri violenta disebabkan  ada manipulasi tenaga tambahan lain seperti induksin atau stimulasi partus dengan oksitosin atau yang sejenis, atau dorongan yang kuat pada fundus dalam persalinan. Ruptura uteri traumatika disebabkan oleh trauma pada abdomen sepertikekerasan dalam rumah tangga dan kecelakaan lalu lintas.

Gambaran klinik
                        Bila telah terjadi ruptura uteri komplit sudah ada perdarahan yang bisa dipantau pada Hb dan tekanan darah yang menurun, nadi yang cepat, dan kelihatan anemis dan tanda-tanda lain dari hipovolemia serta pernapasan yang sulit berhubung nyeri vbdomen  akibat robekan rahim yang  mengikutsertakan peritoneum visorale robek dan merangsang ujung syaraf sensoris. pada palpasi ibu merasa sangat nyeri dan bagian tubuh janin mudah teraba di bawah dinding abdomen ibu dan kekuatan his yang sudah sangat menurun seolah dirasakan his telah hilang. Nyeri abdomen bisa menyerupai gejala solusio plasenta. Pada auskultasi sering tidak terdengar denyut jantung janin, tetapi jika janin belum meninggal bisa terdeteksi deselerasi patologik.

Diagnosis
                         Reptura uteri iminens mudahdikenal pada ring van Bandl yang semakin tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut karena nyeri abdomen atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin. Pada ruptura uteri komplit jari-jari tangan pemeriksa dapat melakukan beberapa hal sebagai berikut:
a.             Jari-jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan dinding perutyang licin.
b.             Dapat meraba dinding robekan
c.             Dapat memegang usus halus atau omentum melalui robekan
d.            Dinding perut ibu dapat ditekan menonjol keatas oleh ujung jari-jari tangan dalam sehingga ujung jari-jari tangan luar saling mudah meraba ujung jari-jari tangan dalam.

Komplikasi
                        Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akiibat infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptura uteri. Syok hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan transfusi darah segar. Darah segar mempunyai kelebihan selain menggantikan darah yang hilang juga mengandung semua unsur atau faktor pembekuan dan karena itu lebih bermanfaat demi mencegah dan mengatasikoagulopati dilusional akibat pemberian cairan kristaloid kyang umumnya banyak digunakan untuk mengatasi atau mencegah gangguan keseimbangan elektrolit antar kompartemen cairan dalam tubuh dalam menghadapi syok hipovolemik.

Penanganan
                        Dalam menghadapi masalah ruptura uteri semboyan prevention is better than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan setiap pengelola  pengelola persalinan di manapun persalinan itu berlangsung. Pasien resiko tinggi haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung dalam rimah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan diawasi dengan penuh dedikasi oleh petugas berpengalaman. Bilah telah terjadi ruptura uteri tindakan terpilih hanyalahhisterektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan anti syok, serta pemberian antibiotika spektrum luas, dan sebagainya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapi dan pasiennya belum punya anak hidup.


4.      IUFD (intrauterin Fetal Death)
            IUFD atau stilbirth adalah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000gr)
Penyebab 
1.      Faktor plasenta

a.       Insufisiensi plasenta
b.      Infark plasenta
c.       Solusio plasenta
d.      Plasenta previa

2.      Faktor ibu

a.       Diabetes militus
b.      Preeklampsi dan eklampsi
c.       Nefritis kronis
d.      Polihidramnion dan Oligohidramnion
e.       Shipilis
f.       Penyakit jantung
g.      Hipertensi
h.      Penyakit paru ataiu TBC
i.        Inkompatability rhesus
j.        AIDS

3.      Faktor intra partum

a.       Perdarahan antepartum
b.      Partus lama
c.       Anastesi
d.      Partus macet
e.       Persalinan presipitatus
f.       Persalinan sungsang
g.      Obat-obatan

4.      Faktor janin

a.       Prematuritas
b.      Postmaturitas
c.       Kelainan bawaan
d.      Perdarahan otak

5.      Faktor tali pusat

a.       Prolapsus tali pusat
b.      Lilitan tali pusat
c.       Vassa praevia
d.      Tali pusat pendek

6.      Tidak diketahui faktor penyebabnya

Gejala klinis dan diagnosis
Untuk menentukan stillbirth dapat ditentukan melalui:
1.      Riwatat
Tidak merasakan gerakan janin selama 3 hari, tidak ada pembesaran perut, kadang ada bercak cairan kecoklatan dari vagina, payudara melembut.
2.      Gejala klinis kematian janin
Ukuran uterus mengecil dibandingkan dengan ukuran seharusnya.
3.      Pemeriksaan hormon untuk melihat fungsi plasenta
Didapatkan kadar estriol urin atau estriol darah yang sangat menurun dibandingkan pada saat kehamilan.
4.      USG
Tidak terlihat DJJ dan nafas janin, badan dan tungkai janin tidak terlihat bergerak, ukuran biparietal janin setelah 30 minggu terlihat tidak bertambah panjang pada setiap minggu, terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat struktur janin, terlihat penumpukan tulang tengkorak, dan reduksi cairan yang abnormal.

Manajemen pada saat IUFD terjadi
1.      Pasien dirujuk kedokter segera setelah diketahui IUFD
2.      Bila setelah terdiagnosa pasti bidan dapat melahirkan bayinya dibawah pengawasan dokter.
3.      Bidan memberikan dukungan emosional kepada pasien maupun keluarga pasien.


5.      SOLUSIO PLASENTA
            Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada corpud uteri sebelum janin lahir. Biacsanya terjadi pada trimester III, walaupun dapat pula terjadi pada setiap saat dalam kehamilan. Sebagian perdarahan pada solusio plasenta biasanya merembes sendiri diantara selaput ketuban dan uterus, kemudian mengalir keluar lewat serviks dan terlihat dari luar sehingga terjadi perdarahan eksternal. Bisa juga darah tidak mengalir keluar, tetapi tetap tertahan diantara bagian plasenta yang terlepas dan uterus sehingga terjadi perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menganduk ancaman bahaya yang jauh lebih besar terhadap keselamatan jiwa ibu, dan ini bukan hanya terjadi akibat peningkatan kemungkinan terjadinya koagulopati konsumtif yang berat, tetapi juga akibat luasnya perdarahan yang tidak disadari.

Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta tidak diketahui, tetapi keadaan ini dapat dikemukakan sebagai faktor-faktor etiologinyak yaitu :
a.       Trauma
b.      Tali pusat yang penddek
c.       Dekompresi yang uterus mendadak
d.      Anomaly uterus atau tymor uterus
e.       Hipertensi kronis atau hipertensi yang ditimbulkan karena kehamilan
f.       Tekanan pada vena cavainferior akibat uterus yang membesar dan defisiensi gizi

Patologi  
                                Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah seehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai akibatnya, proses desiduv yvng menyebabkan pelapisan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut. Dalam tahap awal mungkin belum terdapat gejala klinis. Keadaan tersebut ditemukan hanya setelah dilakukan pemeriksaan terhadap plasenta yang baru dilahirkan. Plassenta ini mempunyai permukaan maternal dengan lekukan bulat yang diameternya beberapa sentimeter dan ditutupi oleh darah yangmembeku serta berwarna gelap.

Diagnosis klinis
                        Perlu dikatakan bahwa keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Contoh, perdarahan eksternal bias banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung padda janin, atau perdarahan eksternal tidak terdapat tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung keadaan ini.
Solusio plasenta dengan perdarahan yangtersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, dan hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati konsumtif yang lebih tinggi, tetapi juga akibat intensitas perarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian tranfusi sering tidak memadai atau terlambat.

Komplikasi
Komplikasi tergantung dari luasnya plasenta dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi ialah perdarahan, kelainan pembekuan darah, oliguria, dan gawat janin sampai kematiannya.
1.      Perdarahan
Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat di cegah kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Perdarahan pospartum dapat pila mengancam, kali ini terjadi karena kontaksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan darah. Tindakan terakhir mengatasi perdarahan pospartum bilatidak dapat diatasi dengan kompres bimanual, uterotonika,pengobatan kelainan pembekuan darah ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.
2.      Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanyan disebabkan oleh hipofibrinigenemia, terjadinya dengan masuknya trombo plastin kedalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi prmbekuan darah intra faskular dimana-mana yang akan menghabiskan faktor-faktor pembekuan darah lainnya terutama fibrinogen.
3.      Oliguria
Pada tahap oliguria keadaan umum penderita biasanya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran air kencing yng harus rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan solusion plasenta berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, preeklamsia, atau hipertensi menahun.
4.      Gawat janin
Jarang ditemukan kasus solusio plasenta dengan janin yangmasih hidup. Kalaupun janin yang masih hidup. Kalaupun janin yang masih hidup biasanya sudah gawat kecuali pada solusio plasenta ringan.
5.      Solusio plasenta ringan
Pendarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang, pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previa. Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan, barulah ditangani sebagai solusio plasenta.
Apabila kehamila kurang dari 36 minggu dan perdarahannya kemudia berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, dan uterusnya tidak menjadi tegang, maka penderita harus diobservasi dengan ketat.
Apabila perdarahan berlangsung terus dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau dengan pemeriksaan USG daerah solusio plasenta bertambah luasmaka pengakhiran kehamilan tidak dapat di hindarkan lagi. Apabila janin hidup maka lakukan SC, apabia janin mati lakukan pemecahan ketuban dan pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
6.      Solusio plasenta dan berat
      Apabila tanda dan gejala klinik solusio plasenta jelas dapat ditemukan, berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya1000ml. Dan penanganannya di RS meliputi:
a.       Tranfusi darah
b.      Pemecahan ketuban
c.       Infus oksitosin
d.      Jika perlu SC
     Tekanan darah bukanmerupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan meninggikan tekanan darah. Ketuban segeta dipecah, tidak peduli keadaan umum penderita, dan tidak peduli apakah persalinan akan pervaginam atau perabdominal. Pemecahan ketuban ini akan merangsang dimulai persalinan dan mengurangi tekanan intra uterin yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis kortek ginjal, mungkin melalui apa yang dinamakan refleks uterorenal; dan gangguan dan pembekuan darah. Bila perlu persalinan dapat dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
     Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan selesai setelah 6 jamsetelah terjadi solusio plasenta, walaupun dengan pemecahan selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-satunya cara untuk segera mengkosongkan uterus dengan SC.

Penanganan
     Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus dirawat inap dirumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar Hb dan golongan darahserta gambaran pembekuan darah dengan memeriksa waktu pembekuan, waktu protrombin, waktu tromboplastin persial, kadar fibrinogen dan kadar hancuran fibrin dan hancuran fibrinogen dalam plasma. Pemeriksaandengan ultrasonografi berguna terutama untuk membedakannya dengan plasenta previa dan memastikan janin masih hidup.


6.      PLSENTA PRIVEA
            Plasenta privea ialah plasenta yang letaknuya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.
            Klasifikasi didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentuk, yang meliputi :
1.      Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
2.      Plasenta previa persialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
3.      Plasenta previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
4.      Plasenta letak rendah, plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan jalan lahir.
      Karena klasifikasi ini tidak didasaran pada keadaan anatomik melainkan fisiologik, maka klasifikasinya bisa berubah setiap waktu. Umpamanya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi ini tidak akan terjadi dengan penanganan yang baik.

Etiologi
Penyebab plasenta previa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor berikut diketahui dapat dihuibungkan
1.      Multiparitas: meningkatkan ukuran rongga uterus pada persalinan yang berulang-ulang merupakan predisposisi terjadinya plasenta previa
2.      Kehamilan multiple: tempat plasenta terbesar lebih sering melewati segmen bawah rahim
3.      Umur: ibu yang lebih tua lebih beresiko daripada ibu yang lebih muda
4.      Uterus sikatrik: SC pada persalinan sebelumnya meningkatkan resiko plasenta previa
5.      Riwayat myomektomi
6.      Merokok: mekanisme yang tepat tidak begitu jelas tetapi terjadinya hipoksia disebabkan karena merokok yang mungkin menyebabkan pembesaran plasenta sehingga menyebabkan suplai oksigen berkurang. Wanita yang merokok lebih dari 20 batang perhari 2 kali lebihbesar peningkatan terjadinya plasenta previa.
7.      Kelainan plasenta: plasenta dengan dua bagian dan plasenta suksenturia mungkin dapat menyebabkan plasenta previa. Plasenta membranasea (plasenta diffusa) mungkin juga merupakan penyebab. Hal ini merupakan kelainan perkembangan plasenta yang jarang dimana seluruh korion ditutupi dengan fungsi filli. Plasenta berkembang sebagai struktur membran yang tipis menutupi sebagian besar permukaan uterus. Keadaannya mungkin dapat didiagnosa dengan ultrason. Pada kehamilan hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat yang memungkinkan dilakukan histerektomi.

Tanda dan gejala
                        Plasenta privia didiagnosa dengan pemeriksaan USG pada awal kehamilan bisa harus mengetahui wanita-wanita hamil yang mengalami plasenta letak rendah. Tidak semua wanita hamil menginginkan pemeriksaan USG akan tetapi bidan harus mengetahui tanda-tanda indikasi kemungkinan terjadinya plasenta previa:
1.      Mal presentasi janin: sering didapatkannya bukan presentasi kepala pada janin. Plasenta menempati ruang dipelvis, dan bidan  menemukan adanya presentasi bokong. Karena ruang lainnya untuk kepala janin berada difundus atau presentasi obliq dan presentasi bahu
2.      Bagian terendah janin sudah tidak terfiksasi: khususnya pada plasenta previa tipe IIIatau IV
3.      Sulitnya mengidentifikasi bagian janin pada palpasi: plasenta previa anterior (khusuusnya tipe I dan II) terletak diantaran janin dan seperti ada yang mengganjal pada tangan bidan
4.      Denyut nadi ibu yang keras dibawa umbulikus: plasenta previa anterior sering dideteksi dengan adanya suara denyut nadi ibu yang keras dari plasenta yang lebih mudah didengar ddengan dopler. Denyut jantung janin sulit untuk dideteksi karena tertiutup oleh plasenta, khususnya pada presentasi kepala.

Penatalaksanaan
1.      Penatalaksanaan dirumah:
      Pasien dianjurkan harus istirahat ditempat tidur. Jika perdarahan banyak pasien dianjurkan untuk tidur miring atau menggunakan bantal dibawah pinggul kananya untuk mencapai agar panggul miring dan menghindari supine  hypotensive syndrome.
2.      Penatalaksanaan di RS
Dirumah sakit ibu harus berbaring. Kadang-kadang perdarahan terjadi setelah coitus tapi diketahui penyebabnya. Kemungkinan ada riwayat spoting. Pada pemeriksaan abdomen akan teraba lunak, dengan ukuran sesuai umur kehamilan.
Sulit untuk membedakan antara plasenta previa dengan abrupsio plasenta. Abrupsio plasenta ada hubungan dengan preeklamsia dimana drengan presentasi dan fiksasi kepala janin normal. Demikian, tidak adanya preeklamsia dan adanya ketidaknormalan yang ditemukan merupakan bukti terjadinya plasenta previa. Mungkin dibutuhkan pengkateteran. Darah diperiksa kadar haemoglobin dan dilakukan uji cleihauer jika resus negatiiif dan setidaknya dua kantong darah harus tersedia
3.      Observasi
Pemantauan suhu, nadi, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dilakukan. Nadi dan tekanan darah dicatat lebih sering dengan ketentuan, tiap seperempat jam jika perdarahan berlanjut. Denyut jantung janin harus selalu dipantau dengan cardiotocography jika perdarahan menetap. Urin diperiksa kadar protein jika perdarahan hebat, diberikan pada kasus perdarahan hebat yang tiba-tiba. Pemberian infus intra vena dapat dimulai jika perdarahan menetap dan dipertahankan sampai perdarahan berhenti. Wanita tersebut harus ditempat tidur sampai perdarahan berhenti.


Daftar Pustaka:
1.      Prawiroharjo, sarwono.2012.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwonoharjo
2.      Marmi, A. Retno murni suryaningsih dan Ery Fatmawati. 2011. Asukan  kebidanan Patologi.pustaka pelajar yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar