1.
PRE EKLAMSIA RINGAN DAN
PRE EKLAMSIA BERAT
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 golongan:
a. Preeklamsia
ringan
1)
Tekanan darah 140/90
mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih (diukur pada posisi berbaring
terlentang) atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2x pemeriksaan dengan jarak
2)
Proteinuria 0,3 gr/lt atau
1+ atau 2+
3)
Edema pada kaki, jari,
muka dan berat badan naik >1 kg/mg
b. Preeklamsia
berat
1)
Tekanan darah 160/110
mmHg atau lebih
2)
Proteiuria, 5 gr/lt atau
lebih
3)
Oliguria (jumlah urine
<500 cc per 2 jam
4)
Terdapat edema paru dan
sianosis
5)
Adanya gangguan serebral,
gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrum
Etiologi
Penyebab preeklamsia secara pasti belum diketahui,
namun preeklamsia sering terjadi pada
a. Primigravida
b. Taunya
kehamilan
c. Kephamilan
ganda
Prinsip
pencegahan preeklamsia
1. Penanganan
preeklamsia ringan
a. Rawat
jalan
1)
Banyak istirahat (berbaring
tidur miring)
2)
Diet: cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak, dan garam
3)
Seative ringan (jika
tidak bisa istirahat) tablet Fenobarbital 3x30 mg peroral selama 2 hari
4)
Roboransia
5)
Kunjungan ulang tiap 1
minggu
b. Jika
dirawat di puskesmas atau rumahsakit:
1)
Pada kehamilan preterm
(kurang dari 37 minggu)
a) Jika
tekanan darah mencapai normotensif selama perawatan persalinan ditunggu sampai aterm
b) Bila
tekanan darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan maka kehamilannya
dapat diakhiri pada kehamilan lebih dari 37 minggu
2)
Pada kehamilan aterm
(lebih dari 37 minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan
c. Cara
persalinan
Persalinan dapat dilakukan spontan bila
perlu memperpendek kala II dengan bantuan bedah obstetri.
Penanganan Pre-Eklamsi
Berat di Rumah Sakit
Penanganan aktif:
a. Inikasi
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan
satu atau lebih keadaan ini pada ibu:
1) Kehamilan
lebih dari 37 minggu
2) Adanya
tanda-tanda impending
3) Kegagalan
terapi pada perawatan konservatif
Pada janin:
1) Adanya
tanda-tanda fetal pada distres
2) Adanya
tanda-tanda IUFD
2. EKLAMSIA
Eklamsi merupakan serangan konvulsi
yang bisa terjadi pada kehamilan, tetapi tidak selalu komplikasi dari preeklamsi.
Dalam sebuah konduksi studi nasional di UK pada tahun 1992, 32% dari kasus eklampsi
tidak disertai dengan hipertensi dan protein urin (Douglas dan Redman 1994).
Ini terjadi di UK sekitar 2000 kelahiran dan beresiko tinggi untuk ibu dan janin.
Douglas dan redman (1994) menemukan bahwa satu dari 50 wanita dengan eklampsi meninggal
dan satu dari 14 bayi mereka juga meninggal. Didunia luas, 50.000 wanita
meninggal setelah menderita konvulsi eklampsi (Duley 1994) dan berbagai pusat
penelitian sekarang ini sedang berlangsung untuk mengetahui obat yang cocok
untuk mencegah dan mengatasi konvulsi.
Konvulsi dapat terjadi sebelum, selama,
dan sesudah persalinan. Jika ANC dan INC mempunyai standar yang tinggi,
konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini terjadi lebih dari 48-72 jam
setelahnya. Monitor tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus dilakukan dan
dilanjutkan selama periode postpartum.
Etiologi
Dalam eklampsi berat terdapat
hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme kuat dan oedem. Hupoksia serebral
menunjukkan kenaikan dysrhytmia serebral dan ini mungkin terjadi karena
konvulsi. Obeberapa pasien ada yang mempunyai dysrhytmia serebral dan oleh karena
itu konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih kuat dari pre eklampsi.
Ada satu tanda eklampsi. Bernama
konvulsi eklampsi. Empat fasenya antara lain:
1) Tahap
premonitory. Pada tahap ini dapat terjadi kesalahan jika observasi pada ibu tidak
tetap. Mata dibuka, ketika wajah dan
otot tangannya sementara kejang
2) Tahap
Tonic. Hampir semua otot-otot wanita segera menjadi serangan spasme. Genggamannya
mengepal dan tangan dan lengannya kaku. Dia menyatukan gigi dan bisa saja dia
menggigit lidahnya. Kemudian otot respirasinya dalam spasme, dia brhenti bernafas
dan warnanya berubah sianosis.spasme ini berlangsung sekitar 30 detik.
3) Tahap
klonik. Spasme berhenti, pergerakan otot menjadi tersendat-sendat dan serangan
menjadi meningkat. Seluruh tubuhnya bergerak dari sisi satu kesisi yang lain,
sementara terbiasa, sering saliva blood-strained terlihat dari bibirnya
4) Tahap
Comatose. Wanita dapat tidak sadar dan
mungkin nafasnya berbunyi. Sianosis memudar, tapi wajahnya tetap bengkak.
Kadang-kadang sadar dalam beberapa menit atau koma untuk beberapajam
Bahaya-Bahaya
Eklamsia
a. Bagi
Ibu
Perbedaan konvulsi dan
kelelahan, jika frekuensi berulang hati gagal berkembang. Jika kenaikan hipertensi
banyak, pada ibu bisa terjadi celebral hemorrhage. Pasien dengan oedem dan
oliguria perkembangan paru-paru dapat bengkak atau gagal ginjal. Inhalasi darah
atau mucus dapat menunjukkan asfiksia atau pneumonia. Dapat terjadi kegagalan
hepar. Dari komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi kefatalan. Angka kematian
ibu dari eklampsi di UK pada tahun 1991-1993 adalah 11. Dalam lebih dari detengah
terdapat kematian ibu dan hanya satu atau dua yang selamat.
b. Bagi
janin
Dalam eklamsia antenatal
janin dapat dapat terpengaruh dengan ketidakutuhan plasenta. Ini menunjukkan
retardasi pertumbuhan intrauterine dan hipoksia. Selama sehat ketika ibu
berhenti bernafas supply oksigen ke janin terganggu, selanjutnya berkurang. Angka
kematian perintal sebanyak 15%. Konfulsi intrapartum sangat berbahaya untuk janin
karena kenaikan hipoksia intra uterin yang disebabkan karena kontraksi uterus.
Komplikasi
yang terberat ialah kematian iu dan janin:
a. Solusio
plasenta
b. Hipofibrinogen
c. Hemolisis
d. Perdarahan
otak
e. Kelainan
mata
f. Edema
paru-paru
g. Nekrosis
hati
h. Kelainan
ginjal
i.
Prematuritas
j.
Komplikasi lain (lidah
tergigit,trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC)
Gejala
dan tanda
Pada umumnya kejang didahului oleh makin
memburuknya preeklamsi dengan gejala-gejala nyeri kepala didaerah frontal, gangguan
pengelihatan, mual, nyeri epigastrium, dan hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak
segera diobati, akan timbul kejangan, konvulsi eklampsi dibagi 4 tingkat yaitu:
1. Tingkat
awal atau aura
Keadaan ini berlangsung
kira-kira 30 menit. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopakmata bergetar
demikian pula tangannya dan kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
2. Tingkat
kejangan tonik
Berlangsung lebih 30
menit, dalam tingkat ini seluruh otot menjadi waktu, wajahnya kelihatan kaku, tangan
menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka menjadi sianotik
lidah dapat tergigit.
3. Berlangsung
1-2 menit, spasmus tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang
alam tempo yang cepat, mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi,
bola mata menonjol, dari mulut keluar ludah yang berbusa akan menunjukkan
kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar, kejadian kronik ini demikian
hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan
terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.
4. Tingkat
koma
Lamanya koma tidak selalu
sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat
terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru yang berulang, sehingga ia
tetap dalam koma.
Penatalaksanaan
Eklamsi
Jika
preeklamsi diketahui lebih awal dan ditanggapi lebih cepat, eklampsi lebih
sulit terjadi. Sangat jarang dimulai dan proses cepat terjadi eklampsi diantara
pemeriksaan antenatal yang biasa dan sering. Jika wanita berada diluar rumah sakit
saat terjadi konvulsi, paramedis harus segera dipanggil untuk memberikan
pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit.
Penatalaksanaan
selama konvulsi antara lain:
1. Memelihara
kebersihan jalan nafas
2. Melindungi
wanita dari luka-luka
Ibu
harus miring kesatu sisi dan pergerakan konvulsinya dapat ditekan dari semua
ini harus dilakuka sepelan mungkin dan tidak tergesa-gesa. Mulut dibersihkan dari
mucus dan darah dengan suction. Oksigen diberikan untuk kepentingan keduanya
ibu dan janin. Untuk pertolongan awal bantuan medis harus dipanggil.
3. REPTURA
UTERI
Diperkaya penyebabnya adalah mutu
pelayanan obstetrik yang masih memerlukan peningkatan mencapai standar dan
kesadaran masyarakat yang masih kurang menyadari makna dari kesehatan
reproduksi. Keterlambatan rujukan dan liberalisasi pemakaian pemicu persalinan
(oksitosin, prostaglandin, dan yangsejenisnya) terutama diluar rumah sakit oleh
mereka yang kurang memiliki kompetensi menambah kejadian robekan pada rahim
terutama dalam persalinan. Reptura uteri baik yang terjadi pada masa hamil atau
dalam persalinan merupakan suatu malapetaka besar bagi perempuan tersebut dan janin yang dikandungnya. Dvlam kejadian
ini boleh dikatakan sejumlah besar janin atau hampir tidak ada janin yang dapat
diselamatkan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut meninggal akibat
perdarahan atau infeksi atau menderita cacat seumur hidup dan tidak mungkin
bisa menjadi hamil kembali karena terpaksa harus mengalami histerektomi.
Tragedi yang sangat memilukan ini boleh dikatakan hampir seluruhnya berda dalam
kawasan tanggung jawab mereka yang memimpin persalinan. Betapa pun reptura
uteri adalah merupakan kenyataan dari suatu praktik penanganan partus yang
buruk, atau juga sebagai akibat suatu malpraktik dalam kebidanan. Oleh karena
itu, setiap perempuan hamil atau melahirkan hendaklah benar-benar mendapat
pelayanan dan memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh, terlebih lagi pada
perempuan hamil resiko tinggi terhadap kemungkinan reptura uteri dalam masa
hamil atau pada waktu melahirkan. Mereka itu antara lain adalah perempuan yang
pernah melahirkan sebelumnya melalui
bedah sesar, pernah mengalami miomektomi, grandmultipara, kelainan letak, disproporsi
kepala-panggul, distosia, induksi, atau stimulasi partus, ekstraksi bokong,
ekstraksi cunam, dan sebagainya.
Definisi
Yang dimaksud dengan ruptura uteri
komplit ialah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung
antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan kantong
ketuban keduanya ikut reptur dengan demikian janin sebagian atau seluruh
tubuhnya telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum
peritonei atau rongga abdomen. Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga
tersebut masih dibatasi oleh peritoneum. Pada dehisens dari perut bekas sesar
kantong ketuban juga belum robek, tetapi jika kantong ketuban itu robek maka
disebut telah terjadi reptura uteri pada perut. Dehisens bisa berubah menjadi
reptura pada waktu partus atau akibat manipulasi lain padarahim yang berparut,
biasanya bekas bedah sesar pada persalinan yang lalu. Dehisens terjadi
perlahan, sedangkan reptura uteri terjadi secara dramatis. Ketentuan ini
berguna untuk membedakan reptura uteri inkomplet dengan dehisnens yang
sama-sama bisa terjadi pada bekas bedah sesar. Pada dehisens perdarahan minimal
atau tidak berdarah, tapi pada reptura uteri perdarahannya banyak yang berasal
dari pinggir perut atau robekan baru yang meluas.
Klasifikasi
Klasifikasi
ruptura uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut:
A.
Kerusakan atau anomali
uterus yang telah ada sebelum hamil:
-
Pembedahan pada
endometrium:seksio sesarea atau histerotomi,histerorafia, miomektomi, yang sampai
menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada kornua uterus atau bagian
interstisial, metroplasti.
-
Trauma uterus koinsidetal:
instrumentasi sendok kuret atau sonde pada penanganan abortus , trauma tumpul atau
tajam seperti pisau atau pelur, ruptur tanpa
gejala pada kehamilan sebelumnya (silent
rupture in previous pregnancy ).
-
Kelainan bawaan: kelainandalam
bagian rahim (born) yang tidak
berkembang.
B.
Kerusakan atau anomali
uterus yang terjadi dalam kehamilan.
-
Sebelum kelahiran anak:
his spontan yang kuat dan terus menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin
untuk merangsang persalinan, instilasi cairan kedalam kantong gestasi atau ruang
amnion seperti larutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi dengan kateter
pengukur tekvnan intrauterin, trauma luar tumpul atau tajam, versi luar, pembesaran
rahim yang berlebihan misalnya hidramnion
dan kehamilan ganda.
-
Dalam periode intrapartum:
versi ekstrksi, ekstraksi cunam yang sukar, ekstraksi bokong, anomali janin yang
menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim, tekanan kuat pada
uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual plasenta.
-
Cacat rahim yang didapat:
plasenta inkreta atau perkreta, neoplasia trofoblas gestasional, adenomiosis,
retroversio uterus gravidus inkarserata.
Insiden
Reptura
uteri dinegara berkembang masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan di
negara maju. Angka kejadian reptura uteri dinegara maju dilaporkan juga semakin
menurun. Sebagai contoh dari salah satu peneliti dinegara maju dilaporkan kejadan
reptura uteri dari 1 dalam 1.280 persalinan (1931 – 1950) menjadi 1 dalam 2.250
persalinan (1973 – 1983). Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi 1 dalam 15.000
persalinan. Dalam masa yang hampir bersamaan angka tersebut untuk berbagi tempatdi
Indonesia dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93 persalinan.
Etiologi
Reptura
uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada sebelumnya, karena
trauma, atau sebagai komplikasi persalinanan pada rahim yang masih utuh. Pling
sering terjadi pada rahim yang telah di seksio sesarepada persalinan sebelumnya.
Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan
dirangsang dengan oksitosin atau sejenis.
Pasien yang beresiko tinggi anta lainpersalinan
yang mengalami distosia, grandemultipara, penggunaan oksitosin atau prostaglandin
untuk mempercepat persalinan, pasien hamil yang telah melahirkan sebelumnya
mellui bedah sesar atau oprasi lain pada rahimnya, pernah histerirafia, pelaksanaan
trial of labor terutama pada pasien
bekas seksio sesarea, dan sebagainya. Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul
sempit atau bekas seksio sesarea klasik berlaku adagium Once Caesarean Section always
Caesarean Section. Pada keadaan
tertentu seperti ini dapatdipilih elective
caesarean section (ulangan) untuk mencegah repturv uteri dengan syarat janinsudah
matang. Eksplorasi pascakelahiran pada peralinan yang sukar dengan perdarahan yang
banyak atau pascapartus dengan kemungkinan dehisens perlu dilakukan untuk memastikan
tidak adanya ruptura uteri.
Ptofisiologi
Pada waktu his korpus uteri berkontraksi dan
mengalami retraksi. Dengan demikian, dinding korpus uteri atau segmen atas rahim
menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri lebih kecil. Akibatnya, tubuh janin
yang menempati korpus uteri terdorong kebawh kedalam segmen bawah rahim. Segmen
bawah rahim menjadi melebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena
tertarik keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering
sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen bertambah tinggi. Apalila
bagian terbawah janin dapat terdorong turun dan tanpa halangan dan jika kapasitas
bagian segmen bawah rahim telah penuh terpakai untuk ditempati tubuh janin, maka
pada gilirannya bagian terbawah janin terdorong masuk kedalam jalan lahir melalui
pintu atas panggul kedalam vagina melalui pembukaan jika servik bisa mengalah.
Sebaliknya, apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena sesuatu
sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka
volume korpus yang tambah mengecil pada waktu ada his diimbangi oleh peluasan segmen bawah rahim keatas.dengan
demikian,lingkaran retraksi fisiologik (phusiologic
retrction ring) semakin meninggi kearah pusat melewati batas fisiologi menjadi
patologik (pathologic retraction ring).
Lingkara patologik ini disebut lingkaran Bandl (ring vn Bandl). Ini terjadikarena segmen bawah rahim terus menerus
tertarik ke proksimal, tetapi bertahan dibagian distalnyaoleh servik yang
terpegang pada tempatnyaoleh ligamentum sakrouterina di bagian belakang, ligamentum
kardinal pada kedua belah sisi kanan dan kiri, dan ligamentum vesikouternia pada
dasar kandung kemih. Jika his berlangsung kuat terus menerus, tetapi bagian
terbawah tubuh janin tidak kunjung turun lebih kebawah melalui jalan lahir,
lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi (ring van Bandl berpindah mendekati pusat) dan segmen atas rahim semakintertarik
keatas sembari dindinya menjadi sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi.
Ini menandakan telah terjadi tanda-tanda ruptura uteri iminens dan rahim terancam robek. Pada saatnya
dinding segmen bawah rahim itu akan robek spontan pada tempat yang tertipis
ketika his berikut datang, dan terjadilah perdarahan yang banyak bergantung kepada
luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus. Umumnya robekan
terjadi pada dinding depan segmen bawah rahim, luka robekan bisa meluas secara
melintang atau miring. Bila mengenai daerah yang ditutupi ligamentum latum terjadi
luka robekan yang meluas ke samping. Robekan bisa juga meluas ke korpus atau ke
serviks atau terus ke vagina (kolpaporeksis) dan bahkan kadang kala bisa
mencederai kandung kemih. Pertumpvhan darah sebagian mengalir kedalam rongga
peritoneum, sebagian yang lain mengalir melalui pembukaan serviks ke vagina.
Peristiwa robekan pada segmen bawahrahim
yang sudah menipis itu (dalam status ruptura uteri iminens) dipercepat
jika ada manipulasi dari luar, misalnya dorongan pada perut sekalipun tidak terlalu kuat sudah cukup
untuk menyebabkan robekan. Demikin juga apabila fundus uteri didorong-dorong
seperti yang banyak dilakukan pada upaya mempercepat persalinan atau oleh
dorongan dari bawah seperti pada pemasangan cunam yang sulit, dan sebagainya.
Oleh kvarena itu, jika terlihat lingkaran Bandl penolong haruslah sangat berhati-hati.
Ketika terjadi robekan pasien merasa amat nyeri seperti teriris sembilu dalam perutnya, dan his terakhir yang
masih kuat itu sekaligus mendorong sebagian atau seluruh tubuh janin keluar
rongga rahim kedalam rongga peritoneum. Melalui robekan tersebut usus dan
omentum mendapat jalan masuk sehingga bisa mencapai vagina dan bisa diraba pada
waktu periksa dalam.
Aspek anatomik
Berdasarka lapisan dinding rahim yang terkena
ruptura uteri dibagi kedalam ruptura
uteri komplit dan ruptura uteri inkomplit. Pada ruptura utri ketiga lapisan
dinding rahim ikut robek, sedangkan pada yang inkomplit lapisan serosanya atau
perimetrium masih utuh.
Aspek
sebab
Berdasarkan pada sebab mengapa terjadi robekan
pada rahim, ruptura uteri dibagi kedalam ruptura uteri spontan, ruptura uteri
violenta, dan ruptura uteri traumatika. Ruptura uteri spontan terjadi pada rahim
yang utuh oleh karena kekuatan his semata, seangkan ruptura uteri violenta
disebabkan ada manipulasi tenaga tambahan
lain seperti induksin atau stimulasi partus dengan oksitosin atau yang sejenis,
atau dorongan yang kuat pada fundus dalam persalinan. Ruptura uteri traumatika
disebabkan oleh trauma pada abdomen sepertikekerasan dalam rumah tangga dan
kecelakaan lalu lintas.
Gambaran
klinik
Bila telah terjadi ruptura uteri komplit sudah
ada perdarahan yang bisa dipantau pada Hb dan tekanan darah yang menurun, nadi
yang cepat, dan kelihatan anemis dan tanda-tanda lain dari hipovolemia serta
pernapasan yang sulit berhubung nyeri vbdomen
akibat robekan rahim yang mengikutsertakan
peritoneum visorale robek dan merangsang ujung syaraf sensoris. pada palpasi
ibu merasa sangat nyeri dan bagian tubuh janin mudah teraba di bawah dinding abdomen
ibu dan kekuatan his yang sudah sangat menurun seolah dirasakan his telah hilang.
Nyeri abdomen bisa menyerupai gejala solusio plasenta. Pada auskultasi sering
tidak terdengar denyut jantung janin, tetapi jika janin belum meninggal bisa
terdeteksi deselerasi patologik.
Diagnosis
Reptura uteri iminens
mudahdikenal pada ring van Bandl yang
semakin tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut
karena nyeri abdomen atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat
janin. Pada ruptura uteri komplit jari-jari tangan pemeriksa dapat melakukan
beberapa hal sebagai berikut:
a.
Jari-jari tangan dalam
bisa meraba permukaan rahim dan dinding perutyang licin.
b.
Dapat meraba dinding
robekan
c.
Dapat memegang usus halus
atau omentum melalui robekan
d.
Dinding perut ibu dapat
ditekan menonjol keatas oleh ujung jari-jari tangan dalam sehingga ujung jari-jari
tangan luar saling mudah meraba ujung jari-jari tangan dalam.
Komplikasi
Syok
hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akiibat infeksi adalah dua
komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptura uteri. Syok hipovolemik terjadi
bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya
dalam waktu yang cepat digantikan dengan transfusi darah segar. Darah segar
mempunyai kelebihan selain menggantikan darah yang hilang juga mengandung semua
unsur atau faktor pembekuan dan karena itu lebih bermanfaat demi mencegah dan
mengatasikoagulopati dilusional akibat pemberian cairan kristaloid kyang umumnya
banyak digunakan untuk mengatasi atau mencegah gangguan keseimbangan elektrolit
antar kompartemen cairan dalam tubuh dalam menghadapi syok hipovolemik.
Penanganan
Dalam
menghadapi masalah ruptura uteri semboyan prevention
is better than cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan setiap
pengelola pengelola persalinan di manapun persalinan itu berlangsung. Pasien resiko
tinggi haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung dalam rimah sakit yang
mempunyai fasilitas yang cukup dan diawasi dengan penuh dedikasi oleh petugas
berpengalaman. Bilah telah terjadi ruptura uteri tindakan terpilih hanyalahhisterektomi
dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid
dan transfusi darah yang banyak, tindakan anti syok, serta pemberian antibiotika
spektrum luas, dan sebagainya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali
bila luka robekan masih bersih dan rapi dan pasiennya belum punya anak hidup.
4.
IUFD (intrauterin Fetal Death)
IUFD atau stilbirth adalah kelahiran
hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu
(atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000gr)
Penyebab
1. Faktor
plasenta
a. Insufisiensi
plasenta
b. Infark
plasenta
c. Solusio
plasenta
d. Plasenta
previa
2. Faktor
ibu
a. Diabetes
militus
b. Preeklampsi
dan eklampsi
c. Nefritis
kronis
d. Polihidramnion
dan Oligohidramnion
e. Shipilis
f. Penyakit
jantung
g. Hipertensi
h. Penyakit
paru ataiu TBC
i.
Inkompatability rhesus
j.
AIDS
3. Faktor
intra partum
a. Perdarahan
antepartum
b. Partus
lama
c. Anastesi
d. Partus
macet
e. Persalinan
presipitatus
f. Persalinan
sungsang
g. Obat-obatan
4. Faktor
janin
a. Prematuritas
b. Postmaturitas
c. Kelainan
bawaan
d. Perdarahan
otak
5. Faktor
tali pusat
a. Prolapsus
tali pusat
b. Lilitan
tali pusat
c. Vassa
praevia
d. Tali
pusat pendek
6. Tidak
diketahui faktor penyebabnya
Gejala
klinis dan diagnosis
Untuk menentukan
stillbirth dapat ditentukan melalui:
1. Riwatat
Tidak merasakan gerakan
janin selama 3 hari, tidak ada pembesaran perut, kadang ada bercak cairan
kecoklatan dari vagina, payudara melembut.
2. Gejala
klinis kematian janin
Ukuran uterus mengecil
dibandingkan dengan ukuran seharusnya.
3. Pemeriksaan
hormon untuk melihat fungsi plasenta
Didapatkan kadar
estriol urin atau estriol darah yang sangat menurun dibandingkan pada saat kehamilan.
4. USG
Tidak terlihat DJJ dan
nafas janin, badan dan tungkai janin tidak terlihat bergerak, ukuran biparietal
janin setelah 30 minggu terlihat tidak bertambah panjang pada setiap minggu,
terlihat kerangka yang bertumpuk, tidak terlihat struktur janin, terlihat
penumpukan tulang tengkorak, dan reduksi cairan yang abnormal.
Manajemen
pada saat IUFD terjadi
1. Pasien
dirujuk kedokter segera setelah diketahui IUFD
2. Bila
setelah terdiagnosa pasti bidan dapat melahirkan bayinya dibawah pengawasan
dokter.
3. Bidan
memberikan dukungan emosional kepada pasien maupun keluarga pasien.
5.
SOLUSIO PLASENTA
Solusio plasenta adalah terlepasnya
plasenta yang letaknya normal pada corpud uteri sebelum janin lahir. Biacsanya
terjadi pada trimester III, walaupun dapat pula terjadi pada setiap saat dalam
kehamilan. Sebagian perdarahan pada solusio plasenta biasanya merembes sendiri
diantara selaput ketuban dan uterus, kemudian mengalir keluar lewat serviks dan
terlihat dari luar sehingga terjadi perdarahan eksternal. Bisa juga darah tidak
mengalir keluar, tetapi tetap tertahan diantara bagian plasenta yang terlepas dan
uterus sehingga terjadi perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dengan
perdarahan tersembunyi menganduk ancaman bahaya yang jauh lebih besar terhadap
keselamatan jiwa ibu, dan ini bukan hanya terjadi akibat peningkatan kemungkinan
terjadinya koagulopati konsumtif yang berat, tetapi juga akibat luasnya perdarahan
yang tidak disadari.
Etiologi
Penyebab
primer solusio plasenta tidak diketahui, tetapi keadaan ini dapat dikemukakan
sebagai faktor-faktor etiologinyak yaitu :
a. Trauma
b. Tali
pusat yang penddek
c. Dekompresi
yang uterus mendadak
d. Anomaly
uterus atau tymor uterus
e. Hipertensi
kronis atau hipertensi yang ditimbulkan karena kehamilan
f. Tekanan
pada vena cavainferior akibat uterus yang membesar dan defisiensi gizi
Patologi
Terjadinya
solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua
tersebut kemudian terbelah seehingga meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada
miometrium. Sebagai akibatnya, proses desiduv yvng menyebabkan pelapisan,
kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian
tersebut. Dalam tahap awal mungkin belum terdapat gejala klinis. Keadaan
tersebut ditemukan hanya setelah dilakukan pemeriksaan terhadap plasenta yang baru
dilahirkan. Plassenta ini mempunyai permukaan maternal dengan lekukan bulat yang
diameternya beberapa sentimeter dan ditutupi oleh darah yangmembeku serta berwarna
gelap.
Diagnosis
klinis
Perlu dikatakan bahwa keluhan dan gejala pada
solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Contoh, perdarahan eksternal bias
banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan
efek langsung padda janin, atau perdarahan eksternal tidak terdapat tetapi plasenta
sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung keadaan
ini.
Solusio plasenta dengan
perdarahan yangtersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi
ibu, dan hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati konsumtif yang
lebih tinggi, tetapi juga akibat intensitas perarahan yang tidak diketahui
sehingga pemberian tranfusi sering tidak memadai atau terlambat.
Komplikasi
Komplikasi tergantung dari luasnya plasenta
dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi ialah
perdarahan, kelainan pembekuan darah, oliguria, dan gawat janin sampai kematiannya.
1. Perdarahan
Perdarahan antepartum dan
intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat di cegah kecuali dengan
menyelesaikan persalinan segera. Perdarahan pospartum dapat pila mengancam, kali
ini terjadi karena kontaksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan
pada kala III, dan kelainan pembekuan darah. Tindakan terakhir mengatasi perdarahan
pospartum bilatidak dapat diatasi dengan kompres bimanual, uterotonika,pengobatan
kelainan pembekuan darah ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.
2. Kelainan
pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah
pada solusio plasenta biasanyan disebabkan oleh hipofibrinigenemia, terjadinya
dengan masuknya trombo plastin kedalam peredaran darah ibu akibat terjadinya
pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi prmbekuan darah intra faskular
dimana-mana yang akan menghabiskan faktor-faktor pembekuan darah lainnya terutama
fibrinogen.
3. Oliguria
Pada tahap oliguria keadaan
umum penderita biasanya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui
dengan pengukuran teliti pengeluaran air kencing yng harus rutin dilakukan pada
solusio plasenta sedang, dan solusion plasenta berat, apalagi yang disertai
perdarahan tersembunyi, preeklamsia, atau hipertensi menahun.
4. Gawat
janin
Jarang ditemukan kasus solusio plasenta
dengan janin yangmasih hidup. Kalaupun janin yang masih hidup. Kalaupun janin yang
masih hidup biasanya sudah gawat kecuali pada solusio plasenta ringan.
5. Solusio
plasenta ringan
Pendarahan antepartum yang sedikit, dengan
uterus yang tidak tegang, pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta
previa. Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan,
barulah ditangani sebagai solusio plasenta.
Apabila kehamila kurang dari 36 minggu dan
perdarahannya kemudia berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, dan uterusnya tidak
menjadi tegang, maka penderita harus diobservasi dengan ketat.
Apabila perdarahan berlangsung
terus dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau dengan pemeriksaan USG daerah
solusio plasenta bertambah luasmaka pengakhiran kehamilan tidak dapat di hindarkan
lagi. Apabila janin hidup maka lakukan SC, apabia janin mati lakukan pemecahan
ketuban dan pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
6.
Solusio plasenta dan
berat
Apabila tanda dan gejala klinik solusio plasenta jelas dapat
ditemukan, berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya1000ml. Dan penanganannya
di RS meliputi:
a. Tranfusi
darah
b. Pemecahan
ketuban
c. Infus
oksitosin
d. Jika
perlu SC
Tekanan darah bukanmerupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena
vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan meninggikan tekanan darah.
Ketuban segeta dipecah, tidak peduli keadaan umum penderita, dan tidak peduli apakah
persalinan akan pervaginam atau perabdominal. Pemecahan ketuban ini akan merangsang
dimulai persalinan dan mengurangi tekanan intra uterin yang dapat menyebabkan
komplikasi nekrosis kortek ginjal, mungkin melalui apa yang dinamakan refleks
uterorenal; dan gangguan dan pembekuan darah. Bila perlu persalinan dapat
dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan
selesai setelah 6 jamsetelah terjadi solusio plasenta, walaupun dengan pemecahan
selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-satunya cara untuk segera mengkosongkan
uterus dengan SC.
Penanganan
Semua pasien yang tersangka menderita solusio plasenta harus dirawat
inap dirumah sakit yang berfasilitas cukup. Ketika masuk segera dilakukan pemeriksaan
darah lengkap termasuk kadar Hb dan golongan darahserta gambaran pembekuan darah
dengan memeriksa waktu pembekuan, waktu protrombin, waktu tromboplastin persial,
kadar fibrinogen dan kadar hancuran fibrin dan hancuran fibrinogen dalam plasma.
Pemeriksaandengan ultrasonografi berguna terutama untuk membedakannya dengan plasenta
previa dan memastikan janin masih hidup.
6. PLSENTA
PRIVEA
Plasenta privea ialah plasenta yang
letaknuya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas
uterus.
Klasifikasi didasarkan atas terabanya
jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentuk, yang
meliputi :
1. Plasenta
previa totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
2. Plasenta
previa persialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
3. Plasenta
previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
4. Plasenta
letak rendah, plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus akan tetapi
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira
3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan jalan lahir.
Karena klasifikasi ini tidak didasaran pada keadaan anatomik melainkan
fisiologik, maka klasifikasinya bisa berubah setiap waktu. Umpamanya plasenta
previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
parsialis pada pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi ini tidak akan terjadi dengan
penanganan yang baik.
Etiologi
Penyebab
plasenta previa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor berikut diketahui dapat
dihuibungkan
1. Multiparitas:
meningkatkan ukuran rongga uterus pada persalinan yang berulang-ulang merupakan
predisposisi terjadinya plasenta previa
2. Kehamilan
multiple: tempat plasenta terbesar lebih sering melewati segmen bawah rahim
3. Umur:
ibu yang lebih tua lebih beresiko daripada ibu yang lebih muda
4. Uterus
sikatrik: SC pada persalinan sebelumnya meningkatkan resiko plasenta previa
5. Riwayat
myomektomi
6. Merokok:
mekanisme yang tepat tidak begitu jelas tetapi terjadinya hipoksia disebabkan karena
merokok yang mungkin menyebabkan pembesaran plasenta sehingga menyebabkan suplai
oksigen berkurang. Wanita yang merokok lebih dari 20 batang perhari 2 kali
lebihbesar peningkatan terjadinya plasenta previa.
7. Kelainan
plasenta: plasenta dengan dua bagian dan plasenta suksenturia mungkin dapat
menyebabkan plasenta previa. Plasenta membranasea (plasenta diffusa) mungkin
juga merupakan penyebab. Hal ini merupakan kelainan perkembangan plasenta yang
jarang dimana seluruh korion ditutupi dengan fungsi filli. Plasenta berkembang
sebagai struktur membran yang tipis menutupi sebagian besar permukaan uterus.
Keadaannya mungkin dapat didiagnosa dengan ultrason. Pada kehamilan hal ini dapat
menyebabkan perdarahan hebat yang memungkinkan dilakukan histerektomi.
Tanda
dan gejala
Plasenta
privia didiagnosa dengan pemeriksaan USG pada awal kehamilan bisa harus mengetahui
wanita-wanita hamil yang mengalami plasenta letak rendah. Tidak semua wanita hamil
menginginkan pemeriksaan USG akan tetapi bidan harus mengetahui tanda-tanda
indikasi kemungkinan terjadinya plasenta previa:
1. Mal
presentasi janin: sering didapatkannya bukan presentasi kepala pada janin. Plasenta
menempati ruang dipelvis, dan bidan
menemukan adanya presentasi bokong. Karena ruang lainnya untuk kepala janin
berada difundus atau presentasi obliq dan presentasi bahu
2. Bagian
terendah janin sudah tidak terfiksasi: khususnya pada plasenta previa tipe IIIatau
IV
3. Sulitnya
mengidentifikasi bagian janin pada palpasi: plasenta previa anterior (khusuusnya
tipe I dan II) terletak diantaran janin dan seperti ada yang mengganjal pada tangan
bidan
4. Denyut
nadi ibu yang keras dibawa umbulikus: plasenta previa anterior sering dideteksi
dengan adanya suara denyut nadi ibu yang keras dari plasenta yang lebih mudah
didengar ddengan dopler. Denyut jantung janin sulit untuk dideteksi karena
tertiutup oleh plasenta, khususnya pada presentasi kepala.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
dirumah:
Pasien dianjurkan harus istirahat ditempat tidur. Jika perdarahan
banyak pasien dianjurkan untuk tidur miring atau menggunakan bantal dibawah
pinggul kananya untuk mencapai agar panggul miring dan menghindari supine hypotensive syndrome.
2. Penatalaksanaan
di RS
Dirumah sakit ibu harus
berbaring. Kadang-kadang perdarahan terjadi setelah coitus tapi diketahui
penyebabnya. Kemungkinan ada riwayat spoting. Pada pemeriksaan abdomen akan teraba
lunak, dengan ukuran sesuai umur kehamilan.
Sulit untuk membedakan antara
plasenta previa dengan abrupsio plasenta. Abrupsio plasenta ada hubungan dengan
preeklamsia dimana drengan presentasi dan fiksasi kepala janin normal. Demikian,
tidak adanya preeklamsia dan adanya ketidaknormalan yang ditemukan merupakan
bukti terjadinya plasenta previa. Mungkin dibutuhkan pengkateteran. Darah
diperiksa kadar haemoglobin dan dilakukan uji cleihauer jika resus negatiiif dan
setidaknya dua kantong darah harus tersedia
3.
Observasi
Pemantauan suhu, nadi,
tekanan darah dan denyut jantung janin harus dilakukan. Nadi dan tekanan darah
dicatat lebih sering dengan ketentuan, tiap seperempat jam jika perdarahan berlanjut.
Denyut jantung janin harus selalu dipantau dengan cardiotocography jika perdarahan
menetap. Urin diperiksa kadar protein jika perdarahan hebat, diberikan pada kasus
perdarahan hebat yang tiba-tiba. Pemberian infus intra vena dapat dimulai jika
perdarahan menetap dan dipertahankan sampai perdarahan berhenti. Wanita
tersebut harus ditempat tidur sampai perdarahan berhenti.
Daftar Pustaka:
1. Prawiroharjo,
sarwono.2012.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwonoharjo
2. Marmi,
A. Retno murni suryaningsih dan Ery Fatmawati. 2011. Asukan kebidanan Patologi.pustaka pelajar yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar